Label

Sabtu, 24 Maret 2012

Penghianatan Syiahh terhadap Ahlul Bait.

Assalamu alaikum,,.

Pengkhianatan Terhadap Ahlul Bait Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami
memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan
kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari
kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-
amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk
oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan
oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi
petunjuk kepadanya. Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali
hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan
aku bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang
hamba dan utusan-Nya. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah
Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad shalallahu ‘alaihi
wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah
perkara yang diada-adakan. Setiap perkara yang
diada-adakan adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan ada di neraka. Akan datang pada manusia tahun-tahun yang
penuh dengan penipuan, dibenarkan orang yang
berdusta dan didustakan orang yang jujur,
dipercaya orang yang khianat dan dikhianati
orang yang amanah…” (HR. Ibnu Majah 4042,
disahihkan al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah 1887) “Tanda orang-orang munafik itu ada tiga
keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia
berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari.
Ketiga, apabila diberikan amanah ia
mengkhianatinya” (HR. Bukhari dan Muslim) Diantara ciri yang paling menonjol dari orang-
orang munafik adalah kebiasaan mereka
berdusta dan kelakuan mereka yang selalu
mengingkari janji dan berkhianat. Dan diantara
ciri khas para penghianat adalah dia tidak
membedakan bersama siapa dia berkhianat serta bersama siapa dia dapat dipercaya. Sungguh
kedustaan adalah bagian dari penyakit nifaq yang
apabila telah mengalir dalam darah seseorang
akan menjadikannya sebagai seorang
penghianat, walaupun kepada orang-orang yang
paling dekat dengannya. Orang-orang Syiah yang ghuluw (berlebihan)
dalam mencintai Ahlul bait, terutama kepada Ali
bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya
telah tampak dengan jelas penghianatan mereka
sejak periode pertama gerakan
Tasyayyu’ (Menjadi Syiah), pada saat fitnah berkobar diantara dua orang sahabat Nabi yang
mulia, Ali dan Muawiyah Radhiyallahu anhuma. Maka ditulislah risalah ini di tengah badai fitnah
ketika sejarah Islam diselubungi kabut tebal
kedustaan (taqiyyah) pemahaman para
penghianat dan pendusta yang memutar balikkan
sejarah dengan berlindung di balik kata-kata cinta
kepada Ahlul bait padahal sesungguhnya merekalah orang-orang berada dibarisan
terdepan dalam menghianati Ahlul bait. Sikap Para Pengkhianat Terhadap Ali Bin Abi
Thalib Radhiyallahu anhu Sebagian besar pendukung[1] (syiah) Ali Bin Abi
Thalib Radhiyallahu anhu adalah penduduk Iraq,
terutama penduduj Kufah dan Bashrah. Ketika Ali
berkeinginan untuk pergi berperang bersama
mereka ke Syam, setelah berhasil meredam
fitnah Kaum Khowarij (salah satu sekte pecahan syiah Ali sendiri yang malah mengkafirkan Ali bin
Abi Thalib), mereka malah meninggalkan beliau
Radhiyallahu Anhu padahal sebelumnya mereka
telah berjanji untuk membantunya dan pergi
bersamannya. Tetapi dalam kenyataannya,
mereka semua membiarkannya, dan mereka mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin, anak
panah kami telah musnah, pedang-pedang dan
tombak-tombak kamu telah tumpul, maka
kembalilah bersama kami, sehingga kami
menyediakan peralatan yang lebih baik”
Kemudian Ali Mengetahui, bahwa semangat merekalah yang sesungguhnya sudah tumpul dan
melemah, dan bukan pedang-pedang mereka.
Mulailah mereka pergi secara diam-diam dari
tempat tentara Ali Bin Abi Thalib dan kembali ke
rumah mereka tanpa sepengatahuan beliau,
sehingga kamp-kamp militer tersebut menjadi kosong dan sepi. Ketika beliau melihat hal
tersebut, beliau kembali ke Kufah dan
mengurungkan niatnya untuk pergi.[2] Ali Bin Abi Thalib mengetahui bahwa perkara apa
pun tidak dapat mereka menangkan walaupun
mereka telah berbuat adil dan beliau adalah
seorang yang adil walaupun kepada para
pendukung beliau, beliau tidak dapat
menyembunyikan kekesalannya dan persaksiannya terhadap para penipu ini
kemudian berkata kepada mereka, “Kalian
hanyalah pemberani –pemberani dalam
kelemahan, serigala-serigala penipu ketika diajak
bertempur, dan aku tidak percaya pada kalian…
kalian bukanlah kendaraan yang pantas ditunggangi, dan bukan pula orang mulia yang
layak dituju. Demi Allah sejelek-jelek provokator
perang adalah kalian. Kalianlah yang akan
tertipu, dan tidak akan dapat merencanakan tipu
daya jahat, dan kebaikan kalian akan lenyap dan
kalian tidak dapat menghindar” [3] Yang anehnya lagi, para pendukung (syiah) Ali di
Iraq ini tidak hanya mundur dari medan perang
ke Syam bersama beliau, tetapi mereka juga
takut dan keberatan untuk mempertahankan
wilayah mereka sendiri.[4] sementara pasukan
Muawiyah telah menyerang Ain At Tamr dan daerah-daerah Iraq yang lain. Mereka tidak
tunduk terhadap perintah Ali untuk
mempertahankannya, sampai-sampai Amirul
Mukminin Ali berkata kepada mereka,”Wahai
penduduk Kufah, setiap kali kalian mendengar
kedatangan pasukan dari Syam, maka setiap orang dari kalian masuk ke dalam kamar
rumahnya dan menutup pintunya seperti
masuknya biawak ke persembunyiannya dan
hyena ke dalam sarangnya….Orang yang tertipu
adalah orang yang kalian bodohi, dan bagi yang
menang bersama kalian, adalah menang dengan bagian yang nihil. Tidak ada orang-orang yang
berangkat ketika dipanggil, dan tidak ada
saudara-saudara yang dapat dipercaya ketika
dibutuhkan. Sesungguhnya kita adalah milik Allah
dan hanya kepadaNya kita kembali” [5]. Sikap Para Pengkhianat Syiah terhadap Al Hasan
bin Ali Radhiyallahu anhu. Ketika Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu
terbunuh oleh Ibnu Muljam (seorang khowarij
yang tadinya termasuk syiah Ali namun
mengkafirkan beliau setelah itu), Al Hasan
Radhiyallahu anhu dibaiat menjadi khalifah, dan
beliau yakin tidak dapat berhasil perang melawan Muawiyah. Terutama setelah
sebelumnya sebagian pengikutnya di Iraq telah
meninggalkan ayahnya. Tetapi para para
pengikut mereka di Iraq kembali meminta Al
Hasan untuk memerangi Muawiyah dan
penduduk Syam, padahal jelas-jelas sebenarnya Al Hasan berkeinginan menyatukan kaum
muslimin saat itu, karena beliau faham sekali
tentang kelakuan orang-orang syiah di Iraq ini
yang beliau sendiri membuktikan hal tersebut,
Ketika beliau menyetujui mereka (orang-orang
syiah di Iraq) dan beliau mengirimkan pasukannya serta mengirim Qais bin Ubadah di
bagian terdepan untuk memimpin dua belas ribu
tentaranya, dan singgah di Maskan, ketika Al
Hasan sedang berada di Al Mada’in tiba-tiba
salah seorang penduduk Iraq berteriak bahwa
Qais telah terbunuh. Mulailah terjadi kekacauan di dalam pasukan, para maka orang-orang syiah
Iraq kembali para tabiat mereka yang asli
(berkhianat), mereka tidak sabar dan mulai
menyerang kemah Al Hasan serta merampas
barang-barangnya, bahkan mereka sampai
melepas karpet yang ada dibawahnya, mereka menikamnya dan melukainya. Dari sinilah salah
seorang penduduk Syiah
Iraq, Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi
merencanakan sesuatu yang jahat, yaitu
mengikat Al Hasan bin Ali dan menyerahkan
kepadanya, karena ketamakannya dalam harta dan kedudukan. Pamannya yang bernama
Sa’ad bin Mas’ud Ats Tsaqafi[6] telah datang,
dia adalah salah seorang wali dari Mada’in dari
kelompok Ali. Dia (Mukhtar bin Abi Ubaid)
bertanya kepadanya, “Apakah engkau
menginginkan harta dan kedudukan? Dia berkata, “Apakah itu?” Dia Menjawab,”Al Hasan kamu
ikat lalu kamu serahkan kepada Muawiyah”
Kemudian pamannya berkata “ Allah akan
melaknatmu, berikan kepadaku anak putrinya
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia
memperhatikannya lalu mengatakan, kamu adalah sejelek-jelek manusia” [7] Maka Al Hasan radhiyallahu anhu sendiri berkata
“ Aku Memandang Muawiyah lebih baik
terhadapku disbanding orang-orang yang
mengaku mendukungku (Syiahku), mereka malah
ingin membunuhku, mengambil hartaku, demi
Allah saya dapat meminta dari Muawiyah untuk menjaga keluargaku dan melindungi
keselamatan seluruh keluargaku, dan semua itu
lebih baik daripada mereka membunuhku
sehingga keluarga dan keturunanku menjadi
punah. Demi Allah, jikalau aku berperang dengan
Muawiyah niscaya mereka akan menyeret leherku dan menganjurkan untuk berdamai, demi
Allah aku tetap mulia dengan melakukan
perdamaian dengan Muawiyah dan itu lebih baik
disbanding ia memerangiku dan aku menjadi
tahanannya” Maka para penghianat ini sebenarnya amat benci
terhadap Al Hasan bahkan keturunannya, namun
mereka berusaha menutup-nutupinya, maka
mereka (syiah rafidhoh imamiyah) mengeluarkan
keturunan Al Hasan dari silsilah para Imam
ma’shum versi mereka yang mereka mengangkat Imam-Imam mereka itu bahkan
diatas kedudukan para Nabi dan malaikat
terdekat dengan Allah (tulisan Khumaini dalam, al
hukumah islamiyah hal 52), walaupun demikian
agar tidak terbongkar kebencian mereka ini
mereka tetap mencantumkan Al Hasan dalam deretan Imam mereka. Itulah cara dan memang
tabiat mereka untuk menipu kaum muslimin. Mengapa mereka tidak mencantumkan
keturunan Al Hasan dalam imam-imam mereka?
Apa keturunan Al Hasan bukan keturunan ahlul
bait? Jawabnya adalah karena Al Hasan berdamai
dengan Muawiyah dan menyatukan kaum
muslimin saat itu, sehingga tercelalah keturunannya dan tidak layaklah mereka menjadi
imam mereka, itulah hakikat tabiat sejati seorang
penghianat yang tidak pernah menginginkan
perdaimaian dan persatuan diantara kaum
muslimin. Sikap Para Pengkhianat Syiah terhadap Husain bin
Ali Radhiyallahu anhu Setelah wafatnya Muawiyah Radhiyallahu anhu
pada 60 H yang sebelumnya beliau menunjuk
Yazid[8] untuk menjadi pemimpin yang niat beliau
agar tidak terjadi lagi perpecahan diantara kaum
muslimin dalam masalah kekuasaan. Maka
berpalinglah para utusan ahli dari Iraq kepada Husain bin Ali Radhiyallahu anhu dengan penuh
antusias dan simpati, Lalu mereka berkata
kepada Husain,“Kami telah dipenjara hanya
demi engkau, dan kami juga tidak mengikuti
shalat jum’at bersama penguasa yang ada,
sehingga datanglah Sang Imam (Al Mahdi) kepada kami“ Di bawah tekanan mereka, terpaksa Husain
memutuskan untuk mengirim anak pamannya,
Muslim bin Aqil untuk mengetahui keadaan yang
terjadi, maka keluarlah Muslim pada bulan
Syawal tahun 60 H. Ia tidak mengetahui telah tibanya penduduk Iraq
sehingga mereka datang kepadanya, maka
mulailah mereka berbaiat kepada Husain.
Disebutkan, bahwa jumlah mereka yang berbaiat
sebanyak dua belas ribu orang, kemudian
penduduk Kufah pun mengirim utusan utnuk membaiat Husain dan semuanya berjalan dengan
baik. Tetapi sayang, Husain radhiyallahu anhu tertipu
oleh penghianatan mereka. Husain pergi
menemui mereka walaupun sudah diperingatkan
oleh para sahabat Nabi dan orang-orang yang
terdekat dengan beliau agar tidak keluar
menemui mereka, hal itu karena mereka telah mengetahui penghianatan yang selama ini telah
dilakukan oleh kaum Syiah Iraq. Sampai-sampai
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata kepada
Husain , “Apakah engkau akan pergi ke kaum
(golongan) yang telah membunuh pemimpin
mereka, merampas negeri mereka, dan memusnahkan musuh mereka, walaupun
mereka telah melakukan hal itu, apakah kamu
tetap pergi kepada mereka? Mereka mengajakmu
kesana, sedang penguasa mereka bersikap tiran
terhadap mereka, apa yang mereka lakukan
hanya untuk negara mereka saja, mereka hanya mengajak anda menuju medan perang dan
pembantaian, dan anda tidak akan aman
bersama mereka, mereka akan mengkhianati,
menipu, membangkang, meninggalkan, dan
berbalik memerangi kamu dan nanti mereka
menjadi orang yang sangat keras permusuhannya kepadamu..“ Begitu juga Muhammad bin Ali bin Abi Thalib yang
populer dengan gelar Ibnu al-Hanif, sudah
menasehatkan kepada saudaranya al-Husein
radhiyallahu ‘anhum seraya mengatakan:
“Wahai saudaraku, penduduk Kufah sudah Anda
ketahui betapa pengkhianatan mereka terhadap bapakmu Ali radhiyallahu ‘anhu dan saudaramu
al-Hasan radhiyallahu ‘anhu. Saya khawatir
nanti keadaanmu akan sama seperti keadaan
mereka sebelumnya!”[9] Dengan jelas tampaklah pengkhianatan Syiah ahli
Kufah, walaupun mereka sendiri yang telah
mengharapkan akan kedatangan Husain, hal itu
sebelum Husain sampai kepada mereka. Maka
penguasa Bani Umayyah, Ubaidillah bin Ziyad
ketika mengetahui sepak terjang Muslim bin Aqil yang telah membaiat Husain dan sekarang
berada di Kufah, ia segera mendatangi Muslim
dan langsung membunuhnya, sekaligus terbunuh
pula tuan rumah yang menjamunya Hani bin
Urwah Al Muradi. Dan kaum Syiah Kufah tidak
akan memberikan bantuan apa-apa, bahkan mereka mengingkari janji mereka terhadap
Husain Radhiyallahu anhu, hal itu mereka lakukan
karena Ubaidillah bin Ziyad memberikan sejumlah
uang kepada mereka. Ketika Husain Radhiyallahu anhu keluar bersama
keluarga dan beberapa orang pengikutnya yang
berjumlah sekita 70 orang laki-laki dan langkah
itu ditempuh setelah adanya perjanjian-perjanjian
dan kesepakatan, kemudian masuklah Ibnu Ziyad
untuk menghancurkannya di medan peperangan, Maka terbunuhlah Al Husain Radhiyallahu anhu
dan terbunuh pula semua sahabatnya termasuk
ketiga saudara dari Husain sendiri Abu Bakar bin
Ali bin Abi Thalib, Umar bin Ali bin Abi Thalib, dan
Ustman bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhum , ketiga anak Ali bin Abi Thalib selain Hasan, Husain dan Muhammad Ibn Hanafiyyah
radhiyallahu ‘anhum. Ketika Husain Radhiyallahu anhu keluar bersama
keluarga dan beberapa orang pengikutnya yang
berjumlah sekitar 70 orang laki-laki, dan langkah
itu ditempuh setelah adanya pernjanjian-
perjanjian dan kesepakatan, kemudian masuklah
Ibnu Ziyad untuk menghancurkannya di medan peperangan, maka terbunuhlah Al Husain
Radhiyallahu anhu dan terbunuh pula semua
sahabatnya. Ucapannya yang terakhir sebelum
wafat adalah “Ya Allah berikanlah putusan di
antara kami dan diantara orang-orang yang
mengajak kami untuk menolong kamu namun ternyata mereka membunuh kami“.[10] Bahkan doanya atas mereka (syiah) sangat
terkenal, beliau mengatakan sebelum wafatnya,
“Ya Allah, apabila Engkau memberi mereka
kenikmatan, maka cerai beraikanlah mereka,
jadikanlah mereka menempuh jalan yang
berbeda-beda, dan janganlah restui pemimpin mereka selamanya, karena mereka telah
mengundang kami untuk menolong kami, namun
ternyata kemudian memusuhi kami dan
membunuh kami“.[11]Maka terungkap jelaslah
kelakuan para penghianat yang menjadikan
tameng dan mereka bertopeng dibalik ungkapan kecintaan mereka kepada Ahlul bait yang
mereka jadikan kecintaan tersebut sebagai
alasan memusuhi setiap orang yang mereka
benci, padahal sungguh merekalah penghianat
sesungguhnya yang menyimpan kebencian
dendam kepada Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beserta
Ahlul Bait dan para sahabatnya. Yang selama ini
mereka putarbalikkan sejarah dengan riwayat-
riwayat palsu mereka yang itu memang tabiat
dan ajaran agama mereka sesungguhnya dengan
Taqiyyah (kedustaan) yang selalu mereka lakukan. Maka wajib bagi kita mengambil ibroh dan
pelajaran dari sejarah ini, penghianatan yang
berulang-ulang mereka lakukan kepada orang-
orang yang dikatakan mereka cintai (ahlul bait)
mereka berkhianat, apalagi kepada kaum
muslimin secara umum, ditipunya Syaikh Syaltut (tokoh lembaga darut taqrib: lembaga
pendekatan sunni-syiah) oleh mereka,
digantungnya Syaikh Ahmad Mufti Zaddah tahun
1993 (tokoh lembaga darut taqrib dari kalangan
ahlussunnah di iran). Sudah cukup menjadi bukti
pengkhianatan adalah tabiat dan kelakuan mereka yang sudah mendarah daging dan patut
kita waspadai. “Sesungguhnya orang-orang yang memecah
belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi
beberapa golongan, tidak ada sedikitpun
tanggung jawabmu terhadap
mereka”Sesungguhnya urusan mereka
hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa
yang telah mereka perbuat. (Q.S. Al-An’am:
159) Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah
limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta
keluarga dan para sahabatnya radiyallahu anhum
ajmain dan orang-orang yang mengikuti beliau
hingga akhir zaman. Ya Allah, tunjukkanlah kebenaran itu sebagai
kebenaran dan berilah kami kekuatan untuk
mengikutinya, serta tunjukkanlah kebatilan itu
sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami
kekuatan untuk menjauhinya. Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-
Mu, saya bersaksi bahwa tiadaTuhan yang
berhak disembah melainkan Engkau, saya
memohon ampun danbertaubat kepada-Mu. Wallahu A’lam Nota Kaki : 1.Tidak semua pendukung Ali bin Abi Thalib
fanatik, yang dimaksudkan disini adalah para
pengikut Abdullah bin saba ((yahudi yg pura-pura
masuk Islam) yang memang mengkultuskan Ali
bin Abi Thalib bahkan sampai menuhankannya 2.Tarikh Ath Thabari : Tarikh Al Umam wa Al
Muluk, 5/89-90. Ibnul Atsir, Al kamil fi at Tarikh,
3/349. 3.Tarikh Ath Thabari, 5/90. Al Alam Al Islami fi
ashri Al Umawi hal 91. 4. Mirip seperti kelakuan Syiah rafidhoh (faksi
hizbullah) di masa ini yg katanya ingin membela
palestina namun hanya bertahan di libanon saja
mempertahankan wilayahnya. 5.Tarikh Ath Thabari 5/135. Al Alam Al Islami Fi
Ashri Al Umawi hal 96. 6.Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi inilah yang
menentang Daulah Umawiyah dan mengaku
sebagai pengikut Ahlul Bait serta menuntut
kematian Al Husain.Itu semua tidak lain hanyalah
topeng dan kedok untuk bersembunyi dari
kerakusannya terhadap kekuasaan. 7.Tarikh Ath Thabari, 5/195. Al Alam Al Islami fi
Ashri Al Umawi. Hal 101. 8. Yazid menurut ulama dan Imam-imam kaum
muslimin adalah raja dari raja-raja islam Mereka
tidak mencintainya seperti mencintai orang-orang
shalih dan wali-wali Allah dan tidak pula
melaknatnya. Karena sesungguhnya mereka
tidak suka melaknat seorang muslim secara khusus (ta yin). Di samping itu kalaupun dia
sebagai orang yang fasiq atau dhalim, Allah
masih mungkin mengampuni orang fasiq dan
dhalim. Lebih-lebih lagi kalau dia memiliki
kebaikan-kebaikan yang besar.Diriwayatkan oleh
Bukhari dalam Shahihnya dari Ummu Harran binti Malhan radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Tentara
pertama yang memerangi Konstantiniyyah akan
diampuni. (HR. Bukhari) Padahal tentara pertama
yang memeranginya adalah di bawah pimpinan
Yazid bin Mu’awiyyah dan pada waktu itu Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu
bersamanya 9. Al-Luhuuf; oleh Ibn Thawus; hal. 39. Asyuura’;
oleh al-Ihsa-i; hal. 115. Al-Majaalisu al-Faakhirah;
oleh Abdu al-Hu-sein; hal. 75. Muntaha al-Amaal;
(1/454). Alaa Khathi al-Hu-sain hal.96.110) Al-
Majaalisu al-Faakhirah; hal.79. ‘Alaa Khathi al-
Husain; hal 100. Lawaa’iju al-Asyjaan; oleh al- Amin; hal. 60. Ma’aalimu al-Madrasatain (3/62). 10. Tarikh Ath Thabari, 5/389 11. Al Irsyad, hal 241. I’lam Al Wara li Ath
Thibrisi, hal 949. (doa Husein Radhiyallahu anhu
ini terjawab syiah sampai saat ini berpecah belah
sedemikian rupa setiap kewafatan imam mereka,
mereka berpecah belah satu dan lainnya, dan
diantara mereka saling kafir mengkafirkan satu dengan lainnya). Oleh : Abu Hanan Sabil Arrasyad Sumber :http://abu-hanan.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar