Label

Sabtu, 31 Maret 2012

MENJAWAB TUDUHAN MISIONARIS JIL DAN KERISTEN




Assalamu alaikum,,,

RASULULLAH MENIKAH SECARA KRISTEN DI GEREJA? (Menjawab Tudingan Misionaris JIL dan Penginjil Kristen) OLEH: A. AHMAD HIZBULLAH M.A.G. [www.kristenisasi.wordpress.com, ahmadhizbullah@gmail.com] . Setali tiga uang!! Itulah misi yang diusung oleh para misionaris JIL –kelompok jaringan liberal
berkedok Islam– dan penginjil Kristen. Hal ini
nampak nyata dengan banyaknya persamaan jurus
ketika mereka menggugat Islam baik kesucian
Rasulullah, otentisitas Al-Qur’an wahyu Allah,
validitas hadits Nabi, maupun keagungan syariat Islam. Salah satu objek yang tak pernah surut dari
hujatan para misionaris JIL dan penginjil Kristen
adalah soal pernikahan Rasulullah SAW dengan
Khadijah bintu Khuwailid. Dua sosok yang getol
melancarkan tuduhan ini adalah Mohamad Guntur
Romli dan Pendeta Muhamad Nurdin. Mohamad Guntur Romli, salah seorang punggawa
JIL menuding pewahyuan Al-Qur’an adalah proses kolektif, baik sumber
maupun proses kreatifnya. Menurutnya, Al-Qur’an adalah kitab saduran yang
menyunting (mengedit) keyakinan dan kitab suci
Kristen sekte Ebyon, yang disesuaikan dengan
kepentingan penyuntingnya. Salah satu
kepentingannya adalah karena kedekatan Nabi
Muhammad dengan Waraqah bin Naufal, seorang rahib Kristen Ebyon, yang memiliki jasa besar
dalam menikahkannya dengan Khadijah. Berikut tuduhan Guntur: . “Bukti lain bahwa Al-Quran tidak bisa melampaui
konteksnya adalah kisah tentang Nabi Isa (Yesus
Kristus). Sekilas kita melihat bahwa kisah Nabi Isa
dalam Al-Quran berbeda dengan versi Kristen.
Dalam Al-Quran, Isa (Yesus) hanyalah seorang
rasul, bukan anak Allah, dan akhir hayatnya tidak disalib. Sementara itu, dalam doktrin Kristen, akhir
hidup Yesus itu disalib, yang diyakini untuk
menebus dosa umatnya. Ternyata kisah tentang tidak disalibnya Nabi Isa
juga dipengaruhi oleh keyakinan salah satu
kelompok Kristen minoritas yang berkembang saat
itu, yakni sekte Ebyon. Bagi kelompok Kristen
mayoritas yang menyatakan Isa (Yesus) mati
disalib, sekte Ebyon adalah sekte Kristen yang bidah… Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Al-Quran
lebih memilih pandangan Ebyon yang minoritas dan
keyakinannya dianggap bidah oleh mayoritas
Kristen waktu itu? Saya memiliki dua asumsi.
Pertama, karena pandangan Ebyon ini lebih dekat
dengan akidah ketauhidan Islam. Kedua, sepupu Khadijah bernama Waraqah bin Naufal adalah
seorang rahib sekte Ebyon. Kedekatan Waraqah
dengan pasangan Muhammad–Khadijah diakui oleh
sumber-sumber Islam, baik dari buku-buku Sirah
(Biografi Nabi Muhammad), seperti Sirah Ibn Ishaq
dan Ibn Hisyam, ataupun buku-buku hadis standar: Al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain. Waraqah adalah wali Khadijah yang
menikahkannya dengan Muhammad. Seorang
perempuan kali itu –yang kemudian dilanjutkan
oleh syariat Islam– tidak bisa menikah tanpa
seorang wali laki-laki. Bisa dibayangkan kedekatan
Waraqah dengan Khadijah dan Muhammad. Kesimpulan saya sementara kisah Isa (Yesus)
dalam Al-Quran, yang menegaskan bahwa Isa
hanyalah seorang rasul, bukan anak Tuhan, dan
tidak ada penyaliban terhadapnya adalah
“saduran” dari keyakinan sebuah sekte Kristen:
Ebyon.” (Pewahyuan Al-Qur’an: Antara Budaya dan Sejarah,” (http://www.korantempo.com/). . Tudingan Guntur itu bukan hal yang baru dalam
daftar gugatan para musuh Islam. Jauh
sebelumnya, tudingan yang sama dilontarkan oleh
Pendeta Muhammad Nurdin –anggota WASAI/TAZI Lembaga
Alkitab Indonesia– dengan dosis yang lebih tinggi.
Dalam buku-buku kristenisasi berkedok Islam yang
ditulisnya, Nurdin menuding Rasulullah sebagai
orang yang banyak berhutang budi kepada Kristen
karena sebelum jadi nabi, Muhammad menikah dengan Khadijah, seorang wanita Kristen yang taat
ke gereja. Prosesi pernikahan Muhammad dengan
Khadijah dilangsungkan dengan tatacara ritual
Kristen, di mana yang bertindak sebagai wali nikah
adalah pastur besar bernama Romo Waraqah bin
Naufal. Maka dalam khutbah nikah tersebut Romo Waraqah membacakan ayat-ayat Taurat dan Injil.
Tak lupa, Romo Waraqah menghadiahkan kado
nikah kepada Muhammad berupa sebuah Alkitab
(Bibel). Setelah menikah, selama 15 tahun
Muhammad kursus Alkitab (Bibel) bersama
Khadijah. Atas dasar itulah, maka Nurdin menyimpulkan bahwa Muhammad pernah
beribadah secara Kristen di gereja selama 15 tahun
bersama Khadijah dan pamannya, Romo Waraqah
bin Naufal. . “Bila pamannya Siti Khadijah yaitu Waraqah bin
Naufal, faham akan Taurat dan Injil, beliau adalah
seorang Pendeta besar, atau seorang Pastur besar
atau seorang Penginjil besar dan pada pernikahan
Muhammad SAW dan Siti Khadijah tentulah beliau
bertindak sebagai Wali atau Penghulu pada waktu itu, dan menyampaikan Firman Allah yaitu Taurat
dan Injil, agama Yahudi dan Nasrani, karena agama
Islam dan Alquran belum ada pada waktu itu”
(Keselamatan Didalam Islam, hlm. 24). “Pada waktu pernikahan berlangsung antara
Muhammad SAW dengan Siti Khadijah seorang
Nasrani, dan pasti hadiah Waraqah bin Naufal
sebagai seorang Pendeta atau Pastur adalah
sebuah Alkitab. Dan tentu Muhammad SAW selama
15 tahun bersama istrinya Siti Khadijah mempelajari Alkitab” (Keselamatan Didalam
Islam, hlm. 53). “Istri beliau Siti Khadijah beragama Kristen
Nasrani dan paman beliau Waraqah bin Naufal
adalah pendeta bersama pendeta alim Buhaira
namanya, dan umat pada waktu itu adalah semua
umat Kristen Nasrani yang beribadah tentu di
gereja, karena masjid pada waktu itu belum ada” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an, hlm. 68). “Pada waktu Muhammad SAW berumur 25 tahun
beliau menikah dengan Khadijah yang beragama
Nasrani. Dan pada waktu itu Muhammad SAW
berumur 40 tahun beliau bertahanuts menyendiri.
Bila demikian Muhammad SAW telah bersama
istrinya selama 15 tahun, beliau tentu beribadah bersama istrinya dan pamannya Waraqah bin
Naufal dan Pendeta Buhaira yang mana tentu
Muhammad SAW ikut beribadah Nasrani dan beliau
bertahanuts menyendiri dengan segala bekal dan
pelajaran Alkitab, Taurat dan Injil” (Keselamatan
Didalam Islam, hlm. 35). . Sebenarnya, pernikahan Muhammad SAW dengan
Khadijah sudah lama jadi primadona bagi para
misionaris JIL dan Kristen untuk menyengat akidah
Islam. Tetapi lemahnya validitas data menjadikan
tulisan mereka bernilai tak lebih dari sebuah
“teologi imajiner.” Karenanya, kita tidak butuh rekayasa dan dugaan-dugaan untuk membantah
tuduhan-tuduhan itu, karena sejarahlah yang
otomatis menjawabnya: Pertama, Khadijah bintu Khuwailid memang memiliki saudara sepupu –bukan paman seperti
anggapan Pendeta Nurdin– seorang rahib bernama
Waraqah bin Naufal. Tapi Waraqah bukanlah orang
yang menikahkan Khadijah dengan Muhammad.
Kitab-kitab sejarah Nabi mencatat bahwa yang
meminang Khadijah adalah paman Muhammad yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib. Lalu
yang menikahkan Muhammad dengan Khadijah
adalah paman Khadijah yang bernama ‘Amru bin
Asad, sedangkan yang memberikan khutbah nikah
adalah Abu Thalib, paman Muhammad. Maharnya
pun bukan Alkitab (Bibel), tapi 20 ekor unta. (lihat: As-Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, juz I, hlm.
201). Kedua, Fakta-fakta ini sekaligus menampik tudingan Pendeta Nurdin bahwa pernikahan
Muhammad dihiasi dengan khutbah ayat-ayat
Alkitab (Bibel) yang disampaikan oleh Pastur
Waraqah bin Naufal. Ketiga, fakta bahwa yang menikahkan Muhammad dengan Khadijah adalah paman
Khadijah yang bernama ‘Amru bin Asad, ini harus
digarisbawahi oleh Guntur Romli. Karena dengan
fakta ini, maka tudingannya terhadap Nabi
Muhammad sebagai orang yang menyadur kisah-
kisah Bibel sebagai balas jasa terhadap rahib Waraqah yang menikahkannya dengan Khadijah,
terbantah secara otomatis. Keempat, Tuduhan bahwa Muhammad menikahi Khadijah dengan tatacara Kristen karena pada
waktu itu Islam belum ada karena Muhammad
belum menjadi Nabi, ini adalah logika kelirumologi
yang naif. Untuk menganalisa ritual pernikahan yang dipakai
oleh Muhammad dan Khadijah, kita tidak perlu
repot-repot dan merekayasa tatacara pernikahan
yang diterima oleh bangsa Arab pada waktu itu.
Bangsa Arab pada waktu itu masih mengikuti adat-
istiadat yang diwarisi turun-temurun dari syariat Nabi Ibrahim yang hanif. Hal ini terbukti, mereka
masih melaksanakan syariat khitan dan
menghormati Ka’bah yang didirikan oleh
Nabiyullah Ibrahim dan putranya, Ismail
alaihissalam. Secara historis, bangsa Arab adalah
keturunan Ibrahim melalui Ismail yang menikahi penduduk Mekkah dari suku Jurhum yang berasal
dari Yaman. Keturunan Ismail inilah yang beranak-
pinak di Mekkah yang disebut sebagai Bani Ismail
atau Adnaniyyun. Sampai zaman Muhammad belum diangkat Allah
sebagai Nabi, bangsa Arab meyakini bahwa
pemeliharaan serta kepemimpinan dalam upacara
keagamaan di depan Ka’bah itu adalah hak Bani
Ismail. Salah satu pemimpin kabilah Quraisy dari
keturunan Ismail adalah Qushaiy. Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa satu-
satunya syariat yang diterapkan dalam pernikahan
Muhammad dengan Khadijah adalah syariat hanif
Nabi Ibrahim. Kelima, Anggapan Pendeta Nurdin bahwa Khadijah adalah seorang Kristen yang aktif di
gereja, tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan,
karena dia tidak mencantumkan satu referensi pun
dalam tulisannya. Untuk mengetahui dengan pasti
apa agama yang dianut Khadijah pada waktu itu,
sebaiknya Nurdin membaca buku Khadijah: Drama Cinta Abadi Sang Nabi tulisan Dr Muhammad Abduh
Yamani. Berdasarkan sumber-sumber yang
terpercaya, buku ini menyimpulkan bahwa
Khadijah bukan seorang Kristen, melainkan
penganut agama Ibrahim alaihissalam (Al-Hanif)
yang mendapat gelar “Ath- Thahirah” (perempuan suci). Keenam, tudingan bahwa Rasulullah menyadur kisah-kisah Bibel sesuai dengan kepentingannya
juga sangat rapuh. Hanya orang kafir saja yang
pantas melakukan tudingan ini. “Dan orang-orang kafir berkata: “Al-Qur’an ini
tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan
oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang
lain, maka sesungguhnya mereka telah berbuat
suatu kezaliman dan dusta yang besar” (Qs Al-
Furqan 4). Tuduhan bahwa Nabi Muhammad menjiplak Bibel
terbantah oleh kenyataan bahwa beliau adalah
seorang nabi yang ummiy (buta aksara). Allah
menegaskan hal ini dalam surat Al-‘Ankabut
48-49 dan Al-A’raf 157-158. Meski ditakdirkan
sebagai seorang yang ummiy yang tidak bisa menyadur kitab-kitab terdahulu, tapi seluruh ayat
Al-Qur’an tidak dapat diragukan, justru semakin
terjamin otentisitasnya karena segala yang
disampaikan Nabi Muhammad adalah wahyu
(inspirasi) langsung dari Allah (Qs. An-Najm 3-5). Salah satu buktinya adalah ayat Al-Qur’an: “…Dan orang Nasrani berkata: “Al-Masih itu
putra Allah.” Demikian itulah ucapan mereka
dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan
orang-orang kafir yang terdahulu.” (Qs. At-Taubah
30). Ayat ini menyatakan bahwa doktrin ketuhanan
Yesus (Trinitas) adalah doktrin yang menjiplak
keyakinan orang-orang kafir (pagan) sebelumnya.
Ternyata, sejarah membuktikan bahwa Trinitas
Kristiani yang meyakini Tuhan ada 3 oknum: Tuhan
Bapa, Tuhan Ana dan Roh Kudus adalah doktrin yang sudah ada jauh sebelum Kristen lahir ke
dunia. Buktinya, di Mesir sudah Trinitas yang
meyakini: Osiris, Horus dan Isis, masing-masing
sebagai Tuhan Bapa, Anak dan Ibu. Horus diyakini
sebagai juru selamat yang mati menebus dosa
dengan darahnya, dikuburkan, kemudian jasadnya bangkit pada hari ketiga kemudian bangkit lagi. Trinitas/Trimurti di India (Hindu), meyakini Tuhan
terdiri dari tiga oknum (Trimurti), yaitu Brahma
(Tuhan Bapa), Wisnu (Tuhan Pemelihara), dan Syiwa
(Tuhan Pembinasa). Brahma mempunyai seorang
anak yang tunggal yaitu Krisna yang dilahirkan di
kandang sapi. Oknum ketiga dari Trimurti adalah Syiwa. Kepadanya sering dikorbankan beratus-
ratus nyawa manusia. Tetapi, menurut pemeluk
Hindu, nyawa-nyawa yang dikorbankan itu
sesungguhnya adalah inkarnasi Syiwa sendiri. Di Persia (Mitraisme), meyakini Mitra (dewa
matahari) sebagai Juru selamat penebus dosa yang
lahir dari seorang perawan pada hari Minggu
tanggal 25 Desember. Hari Minggu mereka yakini
sebagai hari suci, dalam perkembangannya, tradisi
ini diabadikan sebagai hari suci untuk beribadah di gereja oleh umat Kristen. Sehingga hari Minggu
disebut sebagai Sunday (hari Matahari). Coba perhatikan, wahyu yang diterima Rasulullah
menyatakan “yudhohi’una qaulalladziina
kafaruu min qablu” (mereka meniru perkataan
orang-orang kafir yang terdahulu.” Sungguh tepat
apa yang disampaikan oleh Nabi dengan sejarah
yang sudah ada jauh sebelum beliau lahir. Padahal Rasulullah tidak pernah membaca buku-buku
sejarah maupun enskiklopedi agama, karena beliau
adalah seorang yang ummiy. Tidakkah hal ini
direnungkan oleh para misionaris JIL dan Kristen? (Dimuat di Tabloid Suara Islam edisi 71, tanggal 17
Juli –7 Agustus 2009M/ 24 Rajab –16 Sya’ban
1430H, hlm. 18-19)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar